Thursday, February 26, 2015

Belajar dari Abdullah bin Ummi Maktum

Antara Dia dan Kita

Lelaki renta itu,
dengan kehalusan hatinya ingin ber-Islam
menjadi sebab turunnya ayat.
‘Abasa watawalla', Rasul pun ditegur Allah karenanya.
seorang miskin lagi buta,
bukan berarti tak lebih utama
dari para pemuka negara

Lelaki renta itu,
pernah minta keringanan
untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid
karena dia buta
karena dia sebatang kara
karena masjid jauh sekali dari rumahnya
tapi tanya Rasul, “Apakah engkau masih mendengar adzan?”
saat dijawabnya masih, maka kata Rasul, “Kalau begitu, berangkatlah”

lalu, tunduk patuh ia pada perintah
sekali pun tak pernah ia sanggah
tiap sholat lima waktu sholat berjamaah

meski fajar masih pekat
dan jarak masjid tak dekat,
ia meraba-raba  dalam gelap
hingga suatu saat, kakinya tersandung bongkahan batu
badannya terjerembab jatuh,
mukanya tersungkur di runcingnya batu
berdarah-darah…

setelahnya,
selalu datang seorang lelaki
menuntunnya dengan ramah
pergi dan pulang sholat berjamaah
setiap hari, setiap lima waktu

hingga suatu saat
lelaki tua ingin sekali tahu
siapa gerangan lelaki penolongnya itu
karena ingin ia doakan
atas kebajikannya selama ini

tapi kata lelaki muda
“Jangan sekali-kali kau doakan aku
dan jangan sekali-kali kau ingin tahu namaku
karena aku adalah iblis”

sontak lelaki renta itu terkejut,
“Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke masjid,
sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan sholat?”

Iblis menjawab,
“Ingatkah dulu saat kau hendak sholat subuh berjamaah,
kau tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?
Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat,
bahwa Allah telah mengampuni setengah dosamu.
Aku takut kalau engkau tersandung lagi,
lalu Allah menghapuskan setengah dosamu yang lain.
Maka aku selalu menuntunmu ke masjid
dan mengantarkanmu pulang.”

Lalu, saat tubuh itu merenta
makin menua dimakan usia
datang seruan perang Qaddisiyah

Sang khalifah Umar mengumpulkan segenap lelaki
dari seluruh penjuru negri
terselip ia, berbaris bersama
ingin sekali ikut berperang di medan laga
demi cita-cita mulia

Khalifah Umar melarangnya
bagaimana seorang buta lagi renta, akan ikut berperang?
bagaimana jika dia langsung celaka terkena tombak?
atau justru mencelakai temannya karena tak mampu mengenali sesiapa?

Tapi, lelaki tua itu bersikukuh,
“Tempatkan aku di  antara dua pasukan yang berperang
Aku akan membawa panji kemenangan
Aku akan memegangnya erat-erat untuk kalian.
Aku buta, karena itu aku pasti tak akan lari”
Khalifah, tak lagi mampu menghalangi

Lalu semuanya, berangkatlah
lekaki tua itu ingin menepati janjinya
dengan baju besi yang dikenakannya
dan bendera besar yang dibawanya
dia berjanji akan mengibarkannya senantiasa,
atau mati terkapar di sampingnya

lewat pertempuran Qaddisiyah
Persia yang congak pun kalah
tapi kemengangan itu tak murah
dibayar dengan nyawa ratusan syuhada
terselip di antara mereka
jenazah lelaki tua
terkapar berlumuran darah
sambil memeluk erat sebuah bendera
sungguh, dia telah menepati janjinya

wahai lelaki mulia,
sesak dadaku membaca kisah hidupmu
menyungai sudut mataku mengenangmu
engkau buta, sebatangkara dan renta
tapi itu tak membuatmu pasrah dan diam
meski udzur telah membolehkanmu.
untuk tak kemana-mana, di rumah saja

Lalu, bagaimana dengan diriku ini?
aku masih muda,
aku bukan fuqara
aku tak buta
jua tak sebatangkara
tapi kenapa,
sering sekali ada alasan mendera
untuk tak bersegera?

Lelaki sepertimu,
dengan segala keterbatasan
terus mencari-cari alasan
agar mampu mengambil peran

sedang aku, kita
dengan segala kemudahan
sering mencari-cari alasan
agar boleh tak ikut berperan

Lalu, dengan apa
akan kita buktikan
bahwa kita ini Islam?

~Belajar darinya, Abdullah bin Ummi Maktum

Wednesday, February 25, 2015

Bersyukur yang menerus

Hidup itu tidak seperti jalan tol. Lurus dan mulus tanpa kelokan.
#
Hidup itu seperti kita berjalan menuju puncak. Berliku liku, kadang menemui kelokan yang runcing dan bisa jatuh ke jurang bila tidak berhati hati.
#

Namun, ketika kita berjalan menuju puncak. Disekitarnya banyak kita temui keindahan panorama alam yang menyejukan mata.
#
Itulah hidup. Bagi siapa yang terlalu asik menikmati dan mengharapkan keindahan. Maka akan jatuh ke jurang. Karna sejatinya segalanya hanyalah keindahan yang semu.
#

Keindahan sejati yang dapat kita nikmati, ketika kita berhasil mencapai tujuan keatas puncak dengan tidak melupakan keindahan yang telah Allah beri berupa "Syukur" .
#

Berapa banyak diantara kita lupa akan nikmat Allah. Ketika Allah beri kemudahan Hidayah, kita lupa mengamalkannya dan berbagi pada mereka yang masih berjalan pada kegelapan.
#

Berapa banyak diantara kita lupa akan nikmat Allah. Ketika Allah beri kemurahan Rejeki, kita lupa memberi kepada sesama.
#

Berapa banyak diantara kita lupa akan nikmat Allah, ketika Allah beri pasangan yang Baik, kita masih mengharap pada yang lain, yang terlihat indah dimata padahal buruk.
#

Hidup itu ujian. Bila kita tidak pandai mensyukuri segala nikmatNya. Maka hancurlah kita dalam jurang "penyesalan". #

Syukurilah segala ketetapanNya. Entah itu baik atau buruk. Itu semua sudah kehendakNya.
#

Ketika Allah beri ujian sakit, Allah ingin kita lebih menjaga diri.
Ketika Allah beri ujian nikmat, Allah ingin kita lebih banyak bersyukur dan memberi.
#
Manusia terkadang dapat lolos dari ujian kesulitan. Dan sedikit yang berhasil melalui ujian berupa kenikmatan.
#

Syukurilah segala apa yang sudah Allah beri. Sekalipun pahit bagi kita. Tapi bahagialah bila ternyata Allah ridho dengan itu.

Repost dari ig @likeislam

Tuesday, February 24, 2015

Anak itu bernama Salim

Suatu hari, teman-temanku yang shalih menetapkan diri melakukan safar untuk berdakwah. Aku ragu-ragu untuk pergi. Aku melakukan istikharah dan bermusyawarah dengan istri. Aku merasa dia akan menolak keinginanku. Akan tetapi ternyata sebaliknya, ia menyetujui keinginanku! Aku sangat bahagia, bahkan ia memotivasiku. Dia telah melihat masa laluku, dimana aku melakukan safar tanpa musyawarah dengannya sebagai bentuk kefasiqan dan perbuatan jahat.

Aku menghadap ke arah Salim. Aku mengabarinya jika aku hendak melakukan safar. Maka dia memegangku dengan kedua tangannya yang masih kecil sebagai ungkapan selamat jalan.

Aku telah meninggalkan rumahku lebih dari satu bulan. Selama itu, aku masih senantiasa menghubungi istriku dan juga berbicara kepada anak-anakku selama ada kesempatan. Aku sangat rindu kepada mereka. Ah, betapa rindunya aku kepada Salim. Aku sangat ingin mendengarkan suaranya. Dialah satu-satunya yang belum berbicara denganku semenjak aku melakukan safar. Bisa jadi karena dia berada di sekolah, bisa juga dia berada di masjid ketika aku menghubungi mereka.

Setiap kali aku berbicara dengan istriku perihal kerinduanku padanya (Salim), maka ia tertawa suka cita dan bahagia. Kecuali kali terakhir aku meneleponnya, aku tidak mendengar tawanya seperti biasa, suaranya berubah.

Aku berkata kepadanya: “Sampaikan salamku kepada Salim.” Istriku menjawab: “Insya Allah…!” Kemudian ia terdiam.

Terakhir, aku pun kembali ke rumah. Aku ketuk pintu. Aku berangan-angan jika Salim yang akan membukakan pintu itu. Akan tetapi, aku mendapati anakku Khalid yang usianya belum sampai 4 tahun membukakan pintu. Aku gendong dia, dan dia berteriak-teriak: “Baba…baba…”

Aku tidak tahu kenapa dadaku berdebar ketika memasuki rumah.

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Istriku menyambutku. Wajahnya mulai berubah, seolah-olah kebahagiaannya dibuat-buat.

Aku perhatikan ia baik-baik kemudian aku bertanya: “Ada apa denganmu?”

Ia berkata: “Tidak apa-apa.”

Tiba-tiba aku teringat Salim, maka aku berkata: “Dimana Salim.”

Istriku menundukkan wajahnya dan tidak menjawab. Airmata yang masih hangat menetes di pipinya.

Aku berteriak, “Salim…! Di mana Salim?”

Aku mendengar suara anakku Khalid yang hanya bisa mengatakan: “Baba…”

“Salim telah melihat surga,” kata istriku.

Istriku tidak kuasa dengan situasi ketika itu. Ia hendak menangis, hampir saja ia pingsan. Maka kemudian aku keluar dari kamar.

Aku tahu setelah itu, bahwa Salim terserang panas yang sangat tinggi beberapa hari sebelum kedatanganku. Istriku telah membawanya ke rumah sakit, ketika tiba disana maka ia menghembuskan nafas terakhir. Ruhnya telah meninggalkan jasadnya.

Aku mengira, anda semua wahai para pembaca akan menangis, dan air mata anda akan mengalir sebagaimana air mata kami juga mengalir. Anda akan tersentuh sebagaimana kami juga tersentuh. Aku berharap Anda semua tidak lupa untuk mendoakan Salim, lebih khusus lagi bagi ibunya yang tetap teguh menjalankan tugasnya walaupun suaminya pergi. Jadilah ibu tersebut seperti perusahaan sebenarnya yang menghasilkan kaum laki-laki yang kuat. Semoga Allah membalas amal kebaikannya.

(Pelaku dari kisah ini termasuk diantara dai yang ternama dan terkenal. Ia memiliki banyak rekaman, ceramah dan tulisan. Sumber diambil dari kisah yang berjudul “Allah Azza wa Jalla memberi hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki”, majalah Qiblati edisi 02 thn VII).

Diposting oleh Abu Fahd Negara Tauhid

(Dari https://gizanherbal.wordpress.com/2011/12/05/anak-cacat-itu-bernama-salim/)

Thursday, February 19, 2015

Berguru dari Masa Lalu


Berguru dari Masa Lalu
Oleh: Rochma Yulika

Kemarin adalah sejarah
Hari ini adalah anugerah
Esok berharap hadirnya berkah

Kemarin jadi tempat berkaca
Hari ini sebuah realita
Esok hari bagian dari asa

Kemarin bisa jadi bahan cerita
Hari ini isi dengan semangat membara
Dan esok berkarya untuk umat dan agama

Kemarin bisa jadi pelajaran
Hari ini kerja keras kita jadikan kawan
Dan esok jangan tinggalkan doa dan harapan

Sahabat Surgaku...
Belajar dari peristiwa yang berlalu untuk menjadikan kita lebih waspada adalah kemestian. Terkadang kita hanya mampu sekedar menyesali yang sudah terjadi, tak mencoba mengambil hikmah dan memahami. 

Sahabat surgaku...
Apa yang berlalu bisa kita jadikan guru. Apa yang terlewat bisa kita jadikan nasihat. Harapan yang hancur janganlah buat kita kendur. Harapan yang pupus jangan buat kita makin terjerumus.
Saat-saat sulit itu merupakan kesempatan bagi kita untuk belajar secara langsung dalam sekolah kehidupan ini.

Sesungguhnya orang-orang yang berakal hanya menjadikan masa lalu sebagai pelajaran yang sangat berharga untuk tapak langkahnya ke depan.

Lihat terus ke depan karena ia bagian dari rancangan tuk kesuksesan. Masa depan tidak hanya ada dalam angan-angan namun masa depan akan ada dalam genggaman.

Dalam Quran Surat Muhammad : 25 dikatakan, sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.

Wallahu musta'an

Divisi Tarqiyah Imaniyah PSDM ODOJ
DTI-OD/11/19/02/2015
oaseodoj@gmail.com